Saddam-Bush: Head to Head
Home
Budaya Modern dan Despiritualisasi (1)
Budaya Modern dan Despiritualisasi (2)
Kecerdasan Makrifat (1)
Kecerdasan Makrifat (2)
Mendudukkan Tradisi
Globalisasi dan Radikalisme (1)
Globalisasi dan Radikalisme (2)
Bahaya Globalisasi Neoliberal
De-Globalisasi
Hermeneutika dan Tafsir Alternatif
Perlukah Tafsir Hermeneutik?
Antara Nash dan Maqashid
Agama Sebagai Konsep Kognitif (1)
Agama Sebagai Konsep Kognitif (2)
Saddam-Bush: Head to Head

 

Saddam-Bush: Head to Head
Oleh : Elba Damhuri

Joerg Haider, anggota kelompok kanan jauh Austria, mengaku kesulitan jika diminta membedakan moralitas kemanusiaan antara Presiden Amerika Serikat (AS) George W Bush dan mantan penguasa Irak, Saddam Hussein. Perbedaan itu, kata Haider, sangat tipis, sehingga sulit untuk memilih di antara keduanya.

 

Tentu, moralitas kemanusiaan yang dimaksud Haider tidak terkait dengan hal-hal positif. Para pegiat HAM dan hampir seluruh dunia mengetahui persis sepak terjang Saddam selama berkuasa di Irak. Begitupun, semua orang melihat apa yang telah dilakukan Presiden Bush sejak peledakan menara kembar WTC September 2001 yang menewaskan 2.998 orang.

 

Tulisan di bawah ini mencoba mengulas sepak terjang kedua tokoh sentral di awal abad ke-21 ini yang kini menjadi sorotan dunia. Dengan begitu, mungkin saja perdebatan siapa yang pantas dijuluki penjahat kemanusiaan atau penjahat perang bisa diakhiri. Apakah Saddam memang pantas dijuluki penjahat kemanusiaan atau perang. Atau, sebaliknya. Sebutan itu cocok dilekatkan pada Bush.

 

Pertama kita lihat Saddam Hussein yang lahir di Tikrit, 66 tahun lalu. Tak lama setelah memegang tampuk pemimpin tertinggi Irak, dia menginvasi Iran setahun setelah revolusi Islam tahun 1979. Dalam perang yang berlangsung selama satu dekade itu, Saddam dipersalahkan telah menggunakan senjata kimia dan membunuh sedikitnya 20 ribu warga Iran.

 

Usai perang saudara, pemerintahan Saddam masih belum berjalan mulus. Pemberontakan dan perlawanan terjadi di sejumlah wilayah, khususnya yang dilakukan suku Kurdi dan mayoritas Syiah. Kekerasan pun dibalas dengan kekerasan. Lagi-lagi, Saddam bersama pasukannya dipersalahkan telah menggunakan senjata kimia untuk membunuh rakyatnya sendiri.

 

Tidak kurang dari 40 ribu rakyat Irak tewas selama Saddam menjadi Presiden Irak. Mereka mati bukan karena ada bencana alam besar, tetapi akibat tindakan represif yang dilakukan Saddam untuk menghentikan perlawanan mereka.

 

Sebagai contoh, pada Agustus 1983, pasukan Irak dengan menggunakan senjata kimia menyerang wilayah Haij Umran. Lebih dari 100 warga tewas. Begitupun yang terjadi pada Oktober-November 1984, pasukan Irak juga dengan senjata kimia menyerang Panjwin dan sedikitnya 3.000 warga tewas.

Catatan merah lainnya, pada Februari-Maret 1984, tentara yang loyal dengan Saddam menyerang Pulau Majnoon dengan senjata kimia, dan setidaknya ada 2.500 warga tewas. Di bulan Maret 1984, pasukan Irak menyerang Basrah dan lebih dari 100 tewas.

 

Dua tahun kemudian, tepatnya pada Februari 1986, kelompok loyalis Saddam kembali menyerang Al Faw dengan senjata kimia. Tercatat, antara 8.000 sampai 10 ribu warga tewas. Begitupun serangan dengan mostar yang dilakukan Umm Qasr pada Desember 1986, menewaskan sedikitnya 1.000 orang.

 

Serangan-serangan dengan senjata kimia tidak berhenti sampai di situ. Memasuki April 1987, pasukan Irak kembali menggempur Basrah, kota terbesar kedua di Irak, dan menewaskan 5.000 warga sipil. Terakhir, serangan dengan menggunakan gas syaraf dilakukan pasukan loyalis Saddam terhadap warga Halabja. Sedikitnya 5.000 orang tewas dalam serangan yang terjadi pada Maret 1988 itu.

 

Satu lagi tindakan Saddam yang pasti tidak akan dilupakan dunia adalah keberaniannya menginvasi Kuwait, Agustus 1990. Dengan janji AS yang tidak akan ikut campur serangan itu, Saddam pun memberanikan diri menyerang negeri tetangganya yang kecil mungil itu. Tapi, ternyata AS tak tinggal diam. Pasukan koalisi bersatu dan mengambil-alih kekuasaan Irak di Kuwait. Dari insiden itu, pasukan Irak membakar 700 ladang minyak dan menjarah harta negeri para emir itu.

 

Begitulah Saddam. Setelah memegang tahta hampir tiga dekade, kini negerinya porak-poranda. Pusat peradaban pertama dunia itu telah hancur dan tinggal puing-puing, sementara Saddam sendiri kini mendekam di sel sempit di satu sudut kota Baghdad.

 

Bagaimana dengan George W Bush, mantan chief executive officer sebuah perusahaan minyak swasta AS itu. Para pengritik perang dan aktivis HAM internasional menyebut sedikitnya ada dua kesalahan paling mendasar yang dilakukan Bush. Pertama, menginvasi dan menjajah negara berdaulat Afghanistan. Kedua, menginvasi dan menjajah Irak, yang juga negara merdeka dan berdaulat.

 

Padahal, untuk alasan invasi pertama dan kedua, seperti mengejar teroris di Afghanistan, belum bisa dibuktikan kebenarannya secara hukum. Begitupun alasan Saddam Hussein memiliki dan mengembangkan senjata pemusnah massal (WMD) tidak bisa dibuktikan, hingga saat ini.

 

Yang terjadi kemudian di Afghanistan, lebih dari 3.700 warga sipil tewas dalam invasi yang dilakukan pasukan koalisi pimpinan AS selama periode 7 Oktober 2001 sampai 7 Desember 2001. Berdasarkan catatan penelitian Universitas New Hampshire, AS, hingga invasi berakhir setidaknya ada 5.000 sipil tak bersalah terbunuh. Itu belum termasuk mereka yang dibunuh setelah invasi berakhir.

 

Meski dilengkapi dengan persenjataan canggih, namun pasukan AS masih tidak bisa membedakan mana orang yang mereka kejar dan mana warga sipil. itu juga yang terjadi di Afghanistan. Satu kasus terjadi pada 18 Oktober 2001 di mana serangan udara AS menewaskan 48 sipil dan 100 lainnya luka-luka. Serangan udara itu terjadi di pasar Sarai Shamali dekat Kandahar.

 

Kasus lainnya, terjadi pada 23 Oktober 2001 ketika 90 sipil tewas di Bori Chokar dan Chowkar-Karez akibat serangan salah sasaran. Pada April 2003, sembilan sipil juga tewas di Shkin karena serangan salah sasaran. Belum lagi mereka yang tewas karena salah tangkap dan disika tentara AS, serta para pengungsi yang nasibnya jauh dari kepastian.

 

Apa yang terjadi di Afghanistan, terulang lagi di Irak. Ambisi Presiden Bush dan kelompok hawkish yang dibekingi intelektual-intelektual Yahudi akhirnya terwujud dengan menguasai Irak. Serangan darat dan udara AS tidak hanya menghancurkan instalasi pertahanan militer Irak. Tapi juga menghancurkan pasar, pusat perbelanjaan, rumah-rumah warga sipil, dan banyak perkampungan.

 

Akibatnya, selama invasi berlangsung, sebuah situs independen yang anti perang, bodycount, melaporkan sedikitnya ada 2.000 warga sipil Irak tewas, dan ribuan lainnya terluka. Data yang sama juga dilansir pasukan AS yang menyebutkan, sekitar 2.000-an warga sipil Irak tewas selama invasi berlangsung.

 

Begitulah sekilas wajah asli Saddam dan Bush. Jadi, yang mana yang pantas disebut sebagai penjahat kemanusiaan dan perang?

 

Elba Damhuri
Wartawan Republika/penulis buku Berbohong
Demi Perang (2003)

 

Senin, 22 Desember 2003 

http://republika.co.id/ASP/kolom_detail.asp?id=148534&kat_id=16