Bahaya
Globalisasi Neoliberal
Oleh :
Revrisond Baswir
Hubungan antara globalisasi dan neoliberalisme
dapat diibaratkan
seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama. Sebagaimana dikemukakan Lafontaine, berbicara mengenai globalisasi sama
artinya dengan berbicara mengenai penyebarluasan neoliberalisme. Sebaliknya, berbicara mengenai neoliberalisme sama artinya
dengan berbicara mengenai ekspansi kepentingan para pemodal negara-negara kaya.
Para pemodal negara-negara kaya inilah terutama
yang menjadi sponsor globalisasi. Sebab itu, mudah dimengerti bila penyebarluasan globalisasi hampir selalu berjalan beriringan
dengan penyebarluasan neoliberalisme. Globalisasi sesungguhnya hanya kedok. Di balik kedok globalisasi bersembunyi agenda-agenda
ekonomi neoliberal yang dimotori oleh para pemodal negara-negara kaya.
Dengan memahami globalisasi sebagai pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal, bahaya
globalisasi bagi negara-negara miskin menjadi mudah untuk dipetakan. Secara umum, globalisasi adalah sebuah proses sistematis
untuk merombak struktur perekonomian negara-negara miskin, terutama berupa pengerdilan peran negara dan peningkatan peranan
pasar, sehingga memudahkan pengintegrasian perekonomian negara-negara miskin itu ke dalam genggaman para pemodal negara-negara
kaya.
Dari pengertian umum tersebut, dapat disaksikan bahwa bahaya globalisasi bagi negara-negara
miskin pada dasarnya terletak pada melemahnya kemampuan sebuah pemerintahan dalam melindungi kepentingan negara dan rakyatnya,
dan meningkatnya ketergantungan perekonomian negara-negara miskin terhadap pemenuhan kepentingan para pemodal negara-negara
kaya.
Dengan meningkatnya ketergantungan perekonomian negara-negara miskin terhadap pemenuhan
kepentingan para pemodal negara-negara kaya, fungsi pemerintah dalam perekonomian negara-negara miskin cenderung berubah.
Dari melayani dan melindungi kepentingan rakyat, pemerintah negara-negara miskin berubah fungsi menjadi pelayan dan pelindung
kepentingan para pemodal negara-negara kaya.
Pada tingkat yang lebih ekstrem, globalisasi bermuara pada terjadinya pelebaran kesenjangan
sosial dan ekonomi, dan meningkatnya dominasi para pemodal negara-negara kaya terhadap pemilikan faktor-faktor produksi di
setiap negara miskin.
Dengan demikian, bila secara internasional globalisasi menyebabkan semakin meningkatnya
ketergantungan negara-negara miskin, secara domestik ia menjadi pemicu porak porandanya fondasi integrasi sosial yang terdapat
dalam masyarakat.
Dengan bahaya seperti itu, mudah dimengerti bila Petras dan Veltmeyer lebih suka menyebut
globalisasi sebagai imperialisme. Sebagaimana mereka tegaskan, di balik penyebarluasan globalisasi sesungguhnya bersemayam
sebuah kepentingan kelas atas tertentu, yaitu kelas kapitalis internasional baru yang sedang berusaha melebarkan pengaruh
dan dominasi ekonomi mereka ke seluruh penjuru dunia.
Pertanyaannya, ''Tindakan apakah yang harus dilakukan untuk mencegah berlanjutnya bahaya
globalisasi?'' Bila dicermati wacana mengenai bahaya globalisasi dalam beberapa waktu belakangan ini, perlawanan terhadap
globalisasi dalam garis besarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga aliran berikut.
Pertama, perlawanan terhadap pelaksanaan agenda-agenda globalisasi. Dalam hal ini yang
dipersoalkan terutama adalah soal waktu, sekuen, dan orang atau lembaga yang terkait dengan pelaksanaan agenda-agenda globalisasi.
Prinsip dasar
yang melatarbelakangi agenda-agenda globalisasi cenderung diterima apa adanya.
Kedua, perlawanan terhadap agenda-agenda globalisasi. Perlawanan terhadap globalisasi dalam bentuk
yang kedua ini terutama diarahkan pada agenda-agenda globalisasi tertentu. Karena diarahkan pada agenda-agenda globalisasi
tertentu, perlawanan jenis yang kedua ini cenderung bersifat parsial.
Ketiga, perlawanan terhadap neoliberalisme atau ideologi yang menjadi ruh globalisasi.
Dalam bentuk perlawanan yang ketiga ini, globalisasi langsung ditolak pada tingkat prinsipnya. Sedangkan ungkapan globalisasi
diusulkan untuk diganti dengan internasionalisasi.
Saya sendiri lebih condong pada aliran ketiga. Prinsip yang saya pakai sebagai titik tolak untuk menolak globalisasi
adalah sebuah prinsip yang dikenal sebagai prinsip demokrasi ekonomi (Dahl, 1992; Smith, 2003). Dalam hal ini bangsa Indonesia
tergolong sangat beruntung. Sebab, sejak memproklamasikan kemerdekaan, prinsip demokrasi ekonomi ini sudah tercantum dalam
UUD 1945.
Sebagaimana dikemukakan oleh bagian penjelasan Pasal 33 UUD 1945, ''Dalam Pasal 33 tercantum
dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.''
Dari kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa demokrasi ekonomi berbeda secara diametral
dari neoliberalisme. Neoliberalisme mengagungkan persaingan dan kebebasan individu. Sedangkan demokrasi ekonomi lebih mementingkan
kerja sama dan persaudaraan sosial.
Sebagaimana dikemukakan Forum Globalisasi Internasional, beberapa agenda yang mendesak untuk dilakukan dalam rangka
internasionalisasi adalah: Pertama, pembentukan lembaga-lembaga internasional baru untuk: (1) mencegah penularan penyakit,
konflik, dan pengrusakan lingkungan internasional; dan (2) menetapkan norma internasional mengenai hak-hak dan standar-standar
yang sebagian besar akan diterapkan pada tingkat nasional.
Kedua, penataan ulang (reformasi) tata keuangan internasional. Ketiga, penataan ulang tata kelembagaan
Bank Dunia dan bank-bank regional seperti Bank Pembangunan Asia (ADB), yang memiliki fungsi sejenis. Dan keempat, penataan
ulang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Untuk melaksanakan agenda-agenda tersebut, para pemimpin negara-negara miskin tentu perlu membekali diri dengan kemauan
politik yang kuat. Bersamaan dengan itu, mereka juga dituntut untuk terus merapatkan barisan dan mempererat
hubungan antarsesama negara miskin sedunia.
Hanya bekal seperti itulah yang dapat meningkatkan posisi tawar negara-negara miskin di
hadapan oligarki negara-negara kaya. Dan hanya bekal seperti itu pula yang dapat mencegah para pemimpin negara-negara kaya
untuk terus melaju dengan agenda-agenda ekonomi neoliberal mereka. Globalisasi atau imperialisme neoliberal negara-negara
kaya memang harus secepatnya dihentikan. Semakin cepat semakin baik.
http://www.republika.co.id/ASP/kolom.asp?kat_id=15
Senin, 08 Desember 2003